PENGANTAR METODOLOGI MEMAHAMI HADITS
A.
PENGERTIAN HADITS
Hadits / الحديث Secara bahasa berarti :
- ضد
القديم (lawan yang lama) الجديد (baru)
- Orang arab biasa menyebut صدر حديثا (baru dirilis/terbit)
- Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha
لولا أن قومك حديث عهد بشرك
“Jikalau kaum
mu tidak baru saja lepas dari syirik…”
(HR. Ibnu Hibban : 3818. Syu’aib Al Arnauth mengatakan Sanad Shahih)
- الخبر
(berita atau cerita)
- Allah berfirman :
هل أتاك حديث
موسى
"Sudahkah sampai kepadamu kisah Musa?”
(QS. An-Nazi’at : 15)
Secara istilah berarti :
ما أضيف إلى
النبى صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقريرأو صفة
“Apa yang disandarkan kepada Nabi ﷺ dari ucapan, perbuatan, taqrir
(tidak dibantah), atau sifat.”
- Taqrir تقرير adalah sesuatu yang tidak dibantah oleh Nabi ﷺ , bukan hanya sekedar diam karena terkadang Nabi ﷺ ketawa dalam mentaqrir.
- Kenapa jika Nabi
ﷺ
tidak membantah, menjadi hadits taqrir ? Karena Nabi ﷺ tidak akan diam dalam perkara yang salah atau maksiat, karena Nabi
ﷺ memiliki sifat Amanah dalam
menyampaikan wahyu.
- Hadits Sifat seperti ciri-ciri tubuh Nabi
ﷺ ataupun akhlak Nabi ﷺ.
Apa hubungan pengertian
bahasa dengan istilah ?
- Karena hadits
sesuatu yang baru (wahyu melalui rasul) bukan Qadim seperti Al-Qur’an, yang merupakan Kalam Allah.
- Berkata Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah :
المَلاَئكَة
حُرَّاسُ السماء و أصحاب الحديث حُرَّاسُ الأرض
“Malaikat menjaga langit (wahyu / Al-Qur’an)
dan Ulama Hadits menjaga Bumi (wahyu di bumi / hadits / semua riwayat yang
berkaitan dengan Nabi ﷺ)”
(Siyar A’lam An-Nubala, Sanadnya tidak ada
permasalahan)
Hadits itu ما أضيف Apa yang
disandarkan kepada Nabi ﷺ,
sehingga :
- Bisa saja benar (shahih),
lemah (dha’if), bohong/palsu (maudhu’).
- Maka hadits
butuh bukti yang menunjukkan, bahwa itu benar berasal dari Nabi ﷺ.
- Lalu kenapa Hadits Palsu (maudhu’) disebut hadits?
- Sebab ada yang menyatakan itu hadits, seperti uang palsu yang sebenarnya ia bukan uang, tapi dinamakan palsu sebab ada yang menyatakan itu uang.
B. PENGERTIAN ULUMUL HADITS (ILMU HADITS)
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar :
العلم بالقواعد التي يعرف بها أحوال السند و المتن
“Ilmu tentang kaidah-kaidah yang
dengannya diketahui keadaan sanad dan matan”
Sebagian ulama menyebutkan :
العلم بالقواعد و الأصول التي يعرف بها أحوال الراوي و المروي
“Ilmu yang
membahas kaidah-kaidah dan ushul, yang
dengannya kita dapat mengenal/mengetahui dengan pasti keadaan perawi dan yang
diriwayatkan”
1. Sanad Adalah
Silsilah (Rantai) Perawi
- Kita tidak
pernah berjumpa Nabi ﷺ, sehingga
untuk mengikuti Nabi ﷺ perlu ada silsilah yang menyampaikan satu demi satu,
yaitu sanad.
- Setiap rawi yang ada di dalam sanad itu
diteliti/diketahui/dilihat atau di saring.
Berkata Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah (murid Abu Hurairah radiallahu ‘anhu):
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Dahulu mereka tidak bertanya tentang sanad
(rantai perawi), tetapi ketika terjadi fitnah, mereka berkata: 'Sebutkan
kepada kami para perawi kalian.' Maka dilihatlah para perawi dari kalangan
Ahlussunnah, dan diterima hadits mereka, serta dilihatlah para perawi dari
kalangan Ahlul Bid'ah, dan tidak diterima hadits mereka”
(Imam Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya)
- Para sahabat dahulu biasa menyampaikan hadits yang mereka dengar kepada sahabat lain yang tidak hadir dalam majelis tersebut, ini sejalan dengan perintah Nabi ﷺ :
ليبلغ الشاهد الغائب
"Hendaklah yang menyaksikan (hadir) menyampaikan kepada yang tidak hadir”
(HR. Bukhari : 67)
- Ketika terjadi
fitnah (pembunuhan Utsman radhiallahu ‘anhu), muncul
beberapa golongan diantaranya syi’ah yang membuat hadits palsu dan
disandarkan kepada Nabi ﷺ untuk membenarkan golongannya
Berkata Imam Syafi’i rahimahullah :
لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ
"Tidak pernah aku melihat seorang pun
dari para pengikut hawa nafsu yang lebih banyak bersaksi palsu (berdusta)
daripada golongan Rafidhah."
(Imam Khattib Al Baghdadi dalam kitab Al-Kifayah fil Ilmi
Riwayah)
- Karena sudah mulainya muncul hadits palsu, maka para ulama mewajibkan menyebutkan sanad ketika meriwayatkan hadits, seperti yang dijelaskan Imam Muhammad bin Sirin tadi.
- Sikap Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ketika orang sudah mulai sembarangan meriwayatkan hadits.
Seseorang bernama Busya’ir al-Adawi datang kepada Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dan membacakan hadits-hadits, tetapi Ibnu Abbas radhiallahu anhu tidak mendengarkannya, lalu Busyair berkata “Wahai Ibnu Abbas, saya bacakan kepada engkau Hadits Nabi ﷺ, lalu engkau tidak mendengarkan?!”
Berkata Ibnu Abbas radhiallahu anhu :
إِنَّا كُنَّا مَرَّةً إِذَا سَمِعْنَا رَجُلًا يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَدَرَتْهُ أَبْصَارُنَا، وَأَصْغَيْنَا إِلَيْهِ بِآذَانِنَا
“Dahulu, ketika kami mendengar seseorang mengatakan "Rasulullah ﷺ bersabda," kami langsung memperhatikannya dengan mata kami dan mendengarkannya dengan telinga kami.
فَلَمَّا رَكِبَ النَّاسُ الصَّعْبَ وَالذَّلُولَ
Ketika orang-orang menaiki unta yang sulit dikendalikan dan yang jinak (Imam Nawawi menjelaskan dalam syarah maksudnya orang mulai mengambil berbagai jalan baik itu jalan yang dipuji ataupun tercela. Bisa kita sebut menghalalkan segala cara jujur atau dusta)
لَمْ نَأْخُذْ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَا نَعْرِفُ
kami tidak mengambil dari
orang-orang kecuali dari orang yang kami kenal.”
(Imam Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya)
2. Ilmu Rijal
Dari faktor-faktor sebelumnya, maka para ulama
hadits membuat satu cabang ilmu yang luar biasa, yang tidak ditemukan dalam
ilmu yang lain dan agama manapun. Ilmu Rijal (Ilmu Perawi Hadits).
Contoh kitab-kitab ilmu rijal :
- Tarikh Al Baghdadi, oleh Al-Hafidz Khattiib Al Baghdadi w. 463 (memuat semua perawi yang pernah duduk di Baghdad dan Masuk ke Baghdad secara detail)
- Tarikh Ad-Dimasyq, oleh Al-Hafidz Ibnu Asakir (w. 571H)
- Jarh wa Ta’dil, oleh Al-Hafidz Ibnu Abi Hatim
- dll.
C.
PENTINGNYA MEMAHAMI HADITS DENGAN PEMAHAMAN YANG
BENAR
- Berkata Imam Ali ibn Madini rahimahullah (guru Imam Bukhari) :
التَّفَقُّةُ فِي مَعَانِي الحَدِيْثِ: نِصْفُ العِلْمِ، وَمَعْرِفَةُ
الرِّجَالِ: نِصْفُ العِلْمِ.
“Memahami makna hadits adalah setengah dari
ilmu, dan mengenal perawi hadits adalah setengahnya lagi.”
(Siyar A’lam An-Nubala oleh Imam Adz Dzahabi)
- Berkata Imam Al-Hakim rahimahullah :
مِنْ علم الْحَدِيْث مَعْرِفَة فقه الْحَدِيْث، إِذْ هُوَ ثمرة هَذِهِ العلوم،
وبه قوام الشريعة
"Di antara cabang ilmu hadis adalah
memahami fiqih hadits, karena ia merupakan buah/hasil dari ilmu-ilmu ini, dan
dengannya tegak syariat."
(Ma’rifatul Ulumul Hadits oleh Imam Hakim)
- Berkata Imam Khattabi rahimahullah :
بعد معرفة صحة الحديث؛ يجب الاشتغال بفهمه، إذ هو ثمرة هذا العلم. فإن الأساس
بدون البناء بيت خرب
“Setelah mengetahui keshahihan hadits, kita
wajib (harus) berusaha memahaminya, karena pemahaman adalah buah (hasil) dari
ilmu (hadits) ini. Pondasi tanpa bangunan adalah rumah yang rusak.”
- Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah :
فالحق أن كلا منهما في علم الحديث مهم، لا رجحان لأحدهما على الآخر
“Maka yang benar adalah keduanya (antara
mengetahui shahih/tidak dengan pemahaman isinya) sama-sama penting dalam ilmu
hadits, tidak ada yang lebih utama dari yang lain.”
(An-Nukat 'Ala Kitab Ibn Shalah oleh Al
Hafidz Ibnu Hajar)
Wallahu a’lam
Di Selesaikan pada hari Selasa 25 Juni 2024.
Oleh Raihan Faqoth, Mahasantri S1 Ushul Fiqh Ma'had Aly Parabek
Sumber Tulisan: Merupakan Intisari Kajian “Metodologi Memahami Hadis - Siri 1”, Oleh Prof. Dr. Rozaimi Ramle.
0 Komentar