GUC0BSM9TUAoTpYlGSW8TSW=

Hukum Talfiq atau Mencampur Madzhab Dalam Satu Ibadah

Hukum Talfiq atau Mencampur Madzhab Dalam Satu Ibadah


 “Hukum Talfiq atau Mencampur Madzhab Dalam Satu Ibadah”

Beberapa tahun yang lalu, ada teman-teman yang bertanya kepada kami terkait hukum mencampur pendapat ulama di dalam satu ibadah, namun pada saat itu kami belum mampu untuk membuat tulisan jawaban terkait hal itu sebab  keterbatasan wawasan dan pemahaman kami.

Tepat seminggu yang lalu kami menemukan ada teman-teman yang mengingkari orang yang mencampur madzhab dalam satu ibadah, bahkan ia menyampaikan bisa menyebabkan shalat tidak sah, sehingga tergerak hati kami membuat tulisan ini sebatas pemahaman kami.

A.    Perngertian Talfiq

Talfiq adalah menggabungkan praktik taklid kepada dua imam atau lebih dalam mengamalkan suatu perbuatan yang mempunyai beberapa rukun dan beberapa bagian, yang antara satu bagian dengan lainnya saling berkaitan, dan setiap bagian tersebut mempunyai hukum tersendiri secara khusus.[1] Sederhananya Talfiq dapat diartikan mencampur berbagai madzhab dalam satu ibadah .

B.     Contoh Talfiq

Diantara contoh talfiq yang sering ditemukan seperti seseorang yang berwudhu, dalam membasuh anggota wudhu dia memakai pendapat madzhab syafi’i dan dalam pembatal ia memakai pendapat madzhab hambali. Diantara contoh lain dalam shalat ia memakai pendapat Madzhab Hambali dalam membaca Al-Fatihah dan dalam gerakan lain ia memakai pendapat madzhab lain.

C.    Hukum Talfiq

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum talfiq, ada yang melarang secara mutlak, ada yang membolehkan secara mutlak, dan ada yang membolehkan bersyarat. Pendapat yang kami yakini terkuat adalah boleh dalam masalah ibadah kepada Allah.

1. Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan :

"Tidak ada aturan syara' yang mewajibkan seseorang mengikuti salah satu hasil ijtihad para mujtahid, atau mengikuti salah satu dari pendapat para ulama. Sesuatu dianggap wajib apabila ia memang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah serta Rasul-Nya hanya mewajibkan mengikuti Al-Qur'an, sunnah Rasul-Nya, dan semua dalil yang bersumber dari keduanya dalam mengamalkan ajaran agama Nya. 

Pendapat yang paling shahih dan yang paling rajih mengatakan bahwa mengikuti salah satu madzhab tertentu bukanlah suatu kewajiban. Hal ini karena tindakan yang seperti itu hanyalah sekadar taklid belaka (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya). Apabila hal yang semacam ini diwajibkan, maka berarti kita telah mewajibkan aturan syara' baru, sebagaimana diterangkan oleh pengarang Syarh Musallah ats-Tsubut.

Oleh sebab itu, bertaklid kepada salah satu imam madzhab atau salah satu mujtahid tidaklah dilarang oleh syara'. Begitu juga halnya syara' tidak melarang melakukan talfiq (mencampur beberapa pendapat) di antara pendapat-pendapat madzhab yang ada, dengan alasan menjalankan prinsip kemudahan dalam beragama, sebagaimana firman Allah :

ÙŠُرِÙŠْدُ اللّٰÙ‡ُ بِÙƒُÙ…ُ الْÙŠُسْرَ ÙˆَÙ„َا ÙŠُرِÙŠْدُ بِÙƒُÙ…ُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

(QS. Al-Baqarah : 185)[2]"  (Fiqih Islam Wa Adillatuhu - Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili)


2. Didalam acara seminar nasional “Pentingnya Menggunakan Ilmu Ushul Fiqh Dalam Menetapkan Hukum Dalam Kasus-Kasus Kontemporer” yang diadakan di Aula Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek pada Senin, 23 Januari 2023.

 Pemateri Ustadz Prof. Dr. Muchlis Bahar, Lc., MA. (Anggota Komisi Fatwa MUI Sumatera Barat dan Guru Besar Ushul Fiqh UIN IB Padang) ditanya terkait hukum Talfiq dalam ibadah, diakhir penjelasan beliau menyimpulkan bahwa bolehnya Talfiq dalam ibadah.


D.    Kesimpulan

Dari uraian di atas, kami menyimpulkan bahwa Talfiq dalam ibadah adalah dibolehkan, karena kita dalam beribadah dituntut mengikuti kebenaran yang kita yakini paling kuat dari berbagai pendapat ulama, dan itu berlandasan Al-Qur’an dan Sunnah. 

Sebab kebenaran tidak dibatasi oleh madzhab tertentu, tetapi kebenaran ditentukan oleh Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih. Sehingga, Jika ada pendapat Madzhab Syafi'i yang berlandaskan riwayat lemah dan dalam madzhab Hambali riwayat yang digunakan lebih kuat, maka hendaknya kita mengamalkan madzhab hambali yang lebih kuat.

Begitu juga sebaliknya, jika pendapat Madzhab Hambali yang berlandaskan riwayat lemah dan dalam madzhab Syafi'i riwayat yang digunakan lebih kuat, maka hendaknya kita mengamalkan madzhab Syafi'i yang lebih kuat.

Bahkan sebelum munculnya Imam-imam madzhab, manusia telah beribadah berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih dari Al-Qur'an dan Sunnah tanpa ada batasan-batasan madzhab.

Catatan, kita melakukan talfiq bukan sengaja untuk mempermudah-mudah agama tanpa peduli landasannya kuat atau tidak, benar atau tidaknya pendapat tersebut, sehingga talfiq seperti ini tidak dibolehkan.

Untuk lebih detail terkait perincian ketentuan talfiq silakan baca “Fiqih Islam Wa Adillatuhu” Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili.  Wallahu a’lam

Ditulis oleh : Raihan Faqoth 

Mahasantri S1 Ushul Fiqh, Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek

28 Muharram 1445 H

Selasa, 15 Agustus 2023.

 



[1] Az-Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. s.l. : Gema Insani, 2010.

[2] Az-Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. s.l. : Gema Insani, 2010.

 

 

0 Komentar