GUC0BSM9TUAoTpYlGSW8TSW=

Anak Riih, Santri Yang Terusir

Anak Riih, Santri Yang Terusir


 “ANAK RIIH, SANTRI YANG TERUSIR”

Kring... kring.... kring.... Dari kejauhan terdengar suara deringan alarm yang telah diatur sejam yang lalu, dengan tergesa-gesa ia menuju kasur dan meraih HP yang masih berbunyi, tertera di sana “Pukul 08.45 Jadwal Rapat BEC”.  Ia mematikan alarm serta memasukkan HP ke saku jasnya dan segera pergi menuju ruangan auditorim BEC.       

“Oii Anak Riih, Oiii...”

Terdengar seruan dari lantai dua asrama, ia berhenti sejenak dan melihat ke arah suara.

”Kenapa Dul?” tanyanya ke asal suara.

“Ente rajin banget, kan rapat masih lima belas menit lagi, kenapa tergesa-gesa ke auditorium? lagian nanti juga molor. Ujar Abdul ke Anak Riih.
 ”Eh, ente.. lebih baik datang tepat waktu daripada molor, udah dulu ya. Ane mau lanjut jalan, Assalamu’alaikum.” Jawab Anak Riih ke sahabatnya itu.

“Si Riih itu rajin banget, ngak kapok-kapok dia datang tepat waktu.” Celetuk Abdul ke Ahmad yang juga sahabat Anak Riih.

“Wajar sih, Dul, emang ente gak tau dia selalu yakin bahwa ontime itu ciri khas seorang muslim dalam berjanji?

“Iya sih, Mad.., biarinlah dia, paling nanti kapok sendiri. Begitulah percakapan dua sahabat Anak Riih. 

***

Sesampainya di auditorium, Anak Riih segera mengeluarkan laptop untuk mengecek kembali bahan-bahan yang telah ia siapkan semalam, meskipun mahasiswa baru, ia yakin idenya bakal diterima karena hujjah yang ia gunakan sangatlah kuat.

Bagaimana tidak kuat? ide ini ia simpulkan dari pengalaman selama tujuh tahun hidup di dunia teknik, yang notabene sangat disiplin dan ilmiah dalam berdiskusi. Berbeda jauh dengan yang ia rasakan selama menjadi mahasiswa baru di Sekolah Tinggi Islam Cubai, sebuah pesantren berbasis pendidikan sarjana.

***

“Gila ide ente, Riih, ente yakin mau ngadain Pelatihan Kedesiplinan Mahasiswa ? kan ente tau, di sini sudah menjadi budaya soal molor, kewajiban patuh kepada senior, apalagi dosen. Emang ente mau dimusuhi senior? diomongi di belakang?”

Pertanyaan Ahmad tadi siang terus terngiang-ngiang di kepala Anak Riih, ia tahu Ahmad sangat khawatir akan dirinya, apalagi ia masih mahasiswa baru.

 ”Kita lo masih mahasiswa baru, masak sudah cari perkara dengan senior apalagi orang kantor?”  sekali lagi ucapan Ahmad kembali terngiang-ngiang di kepalanya.

Sejenak rasa khawatir menyusup ke dalam hatinya, tapi ia kembali meyakinkan diri bahwa inilah jalan awal yang harus ditempuh demi kejayaan kampusnya kelak.

 ***

“Assalamu’alaikum, Ustadz Heru, ana boleh izin keluar, Ustadz?” tanya Anak Riih kepada Ustadz yang sangat ia hormati.

“Izin kemana Riih?” jawab yang ditanya.     
 ”Ini
Ustadz, ane mau keluar ada sedikit bisnis, Ustadz hehehe...” jelas Anak Riih sambil tersenyum.

“Ente bisnis muluk Riih, hafalan ente itu dituntaskan, kemaren Ustadz dapat laporan dari Ustadz Dodi bahwa tahfiz ente sudah ketinggalan dari teman-teman yang lain.”

“Iya Ustadz, Insyaa Allah akan segera ane selesaikan, tapi ane izin dulu ya, Ustadz. Hehehe.

“Iya iya pergilah, tapi jangan lupa isi buku absen di pos satpam yaa!
 ”Siap
, Ustadz!!” Seru Anak Riih, sambil berjalan cepat menuju pos satpam.

 ***

“Assalamu’alaikum, Ukhti Zahra, sudah lama menunggu?“ Sapa Anak Riih, ke seorang gadis yang sedang menatap dua sejoli yang sedang asik bercengkrama di depannya.

“Oh enggak, barusan nyampai juga kok, lagian masih dua menit lagi jam tiga sore.”

Jawab gadis bercadar yang disapa dengan sedikit kaget, karena ia sedang melamun memikirkan nasib skripsinya.

Beberapa hari yang lalu laptop yang ia pakai untuk mengerjakan skripsi tidak bisa dihidupkan, selalu restart setiap kali baru dihidupkan. Seketika Zahra panik dan berkeringat dingin, skripsi yang ia tulis mati-matian tidak bisa diakses lagi karena laptopnya rusak dan ia lupa mengarsipkan ditempat yang lain. Apalagi skripsinya akan diberikan ke dosen akhir pekan ini.

Dalam kondisi putus asa, ia rebahkan tubuhnya yang bergetar lemas ke atas kasur kapuk. Ia raih bantal dan memeluk sekuat-kuatnya. Di dalam paniknya ia teringat ada sebuah poster yang sempat terbaca di grup Mahasiswa UIN, segera ia raih HP dan mencari poster tersebut.          

 ”Servis Laptop, Khusus Mahasiswa Bayar
se-ikhlasnya” begitulah isi poster yang ia baca, matanya tertuju langsung ke nomor WhatsApp yang tertera “096273651 Anak Riih” dengan tergesa ia hubungi nomor tersebut.

Selesai membuat janji, ia segera memakai gamis dan tidak lupa menggunakan cadar, karena ia berkeyakinan bahwa cadar hukumnya wajib.  Dengan setengah berlari ia pergi ke cafe yang telah ditentukan.

 ***

“Zahra?? Hei,Zahra??” Panggilan itu segera membuyarkan lamunannya kembali.
 Sorry
,Riih, ini laptop yang Zahra ceritakan tadi rusak.” Ia berkata sambil mengeluarkan laptop Toshiba tahun 2012 yang ia dapatkan dari hadiah menang lomba menulis.          

 ”Riih benaran bisakan bantu perbaiki ini? Zahra gak tau lagi harus bagaimana, soalnya skripsi Zahra yang mau selesai ada di
sini semua, Zahra gak kepikiran untuk arsipkan ke tempat lain, karena ngak pernah nyangka akan ada kejadian seperti ini.” tanya Zahra untuk menghilangkan rasa khawatir di dalam dirinya.
 ”Insyaa Allah, akan Riih coba bantu semaksimalnya”.

 ***

“Eh, eh, eh... Nisa, itu si Anak Riih kan, mahasiswa baru sok hebat itu??” Seru Vena spontan.      
 ”Mana mana Ven??” tanya Anisa penasaran.
           
 ”Itu, yang lagi berduaan dengan cewek bercadar. Keliatan n
ggak?           
 ”Oh iya
, Ven. Mampus dia, baru juga masuk ke Sekolah Tinggi Islam Cubai, udah berani pacaran, apalagi kemaren sok keren pulak nyampaikan ide nyelenehnya di rapat BEC.” Celetuk Anisa.

 ”Iya tuh, ayo kita foto Nis, biar kita liatkan ke Ustadz Pimpinan bahwa anak sok hebat itu pacaran.” Seru Vena dengan semangat.      

 ***

“Oii Zahra, Zahra ???  Kan, ngelamun lagi. Ini laptop kamu harus di install ulang, kan skripsi kamu disimpan di Disk C, pasti hilang kalau aku install ulang. Jadi, aku izin membongkar laptop kamu, hardisknya aku keluarkan dahulu dan aku masukkan ke laptop ku, agar datanya bisa aku selamatkan ke laptop ku.” Ujar Anak Riih kepada Zahra yang sedang melamun.       

 ”Oh iya
, Riih. Aku ngikut aja, yang penting laptopku hidup dan skripsi aman.

Sorry aku bajak ngelamun, padahal di cafe ini rame banget orang nongkrong, tapi kekhawatianku nggak bisa hilang.” Jelas Zahra yang telah buyar dari lamunannya.

“Iya, gak apa Zahra. Insyaa Allah, sebentar lagi ini selesai kok. Daripada kamu ngelamun mending ke ujung cafe aja, di sana pemandangannya indah. Nanti kalau laptopnya sudah selesai baru aku hubungi kamu.”     
 ”Oh iya, ide bagus, aku pergi dulu ya...”

 ***

“Dul, kenapa orang banyak melihat aku dengan aneh ya??” tanya Anak Riih ke sahabatnya.

“Loh, sudah pulang ente? eh, ente darimana aja? tadi Ustadz Pimpinan datang nyari ente ke asrama sambil marah.” Jelas Abdul ke Anak Riih.     

 ”Pergilah ke kantor menemui
Ustadz Pimpinan sebelum beliau pulang, nanti makin ribet masalah ente” lanjut Abdul menjelaskan.   
 ”Loh, ada masalah apa Dul?” tanya Anak Riih dengan bingung.

Dengan tergesa-gesa Anak Riih segera melangkahkan kaki menuju kantor pimpinan, sesampainya di kantor, Anak Riih langsung ditatap tajam oleh Ustadz Pimpinan.

 ”Duduk !!!” Seru
Ustadz Pimpinan

“Iya Ustadz, ada apa Ustadz ?” tanya Anak Riih penuh heran.        
 ”Jangan sok baik,
Ustadz kecewa dengan ente. Di depan Ustadz saja ente baik, ternyata di belakang ente cari perkara.” Jelas Ustadz Pimpinan ke Anak Riih.

 ”Afwan, ada apa ya
, Ustadz?? ana benaran tidak paham.” Tanya Anak Riih dengan penuh kebingungan.

“Jangan sok polos ente, ente habis pacarankan??!! Hebat ente ya, sudah bisa pacaran, pacarnya pakai cadar lagi, bikin malu islam saja!!!”. Bentak Ustadz Pimpinan ke Anak Riih sambil memukul meja.

“Astaghfirullah, Ustadz. Ana tidak pernah pacaran, Ustadz.” Jawab anak Riih dengan sayu, hatinya ciut melihat kemarahan Ustadz Pimpinan.

“Ini apa, Riih. Coba ente lihat foto ini!!! Ini entekan lagi di cafe tadi siang, bersama cewek bercadar??? Tuh lihat, ente senyum besar kali ke si cewek, masih mengelak ente!!!” Bentak Ustadz Pimpinan sambil menyodorkan foto yang tertera dilayar HP-nya.

 “Tapi tapi tapi, Ustadz. Wallah ane tidak pacaran, Ustadz  Jawab Anak Rih setengah menangis.

“Alah, ente ngk usah banyak alasan, segera bereskan barang ente, pulang ke kampung ente!!! ente Ustadz SP dan cutikan satu tahun!!!

Dengan setengah terisak Anak Riih meninggalkan kantor pimpinan, ia tak pernah menyangka perjuangannya untuk kemajuan Sekolah Tinggi Cubai dan niat baiknya menolong Zahra, untuk menyelamatkan skripsi gadis bercadar tersebut malah berujung seperti ini.

Anak Riih, berjalan lesu ke dalam asrama, dengan air mata terus mengalir ia mengemaskan barangnya serta pikirannya terus melayang-layang.

“Siapa cepu nan celaka memfitnahku? membuat hoax begitu kejam tentangku. Sungguh celaka cepu tersebut, sekolah di pesantren tapi perilakunya celaka penuh kejahatan.” pikir Anak Riih sambil mengemaskan pakainnya.

Sekilas terlintas di pikirannya kisah IFK, kisah dimana Ibunda Aisyah difitnah berzina oleh orang-orang munafik. Ahh, mungkin posisiku sekarang seperti Ibunda Aisyah yang difitnah,  dan cepu itu seperti orang munafik. Pikir Anak Riih.

Dengan langkah gontai ia meninggalkan pesantren mahasiswa yang ia bangga-banggakan selama ini, di tepi jalan ia melambai dengan sayu ke sebuah bus yang akan membawanya menuju rumah.

 ***

Di kejauhan, tanpa disadari Anak Riih, ada dua pasang mata yang mengamatinya meninggalkan pesantren mahasiswa.

“Hahahaha.. Matilah dia, Mahasiswa Baru sok keren itu Hahaha...” Ujar Anisa sambil tertawa penuh kemenangan.

“Kayaknya dia akan kapok tu, Nis dan nggak akan mengusik budaya serta posisi kita di BEC lagi Hahahaha...” saut Vena tanda setuju dengan Anisa.

SELESAI

***

TENTANG PENULIS

Raihan Faqoth lahir pada 05 Oktober 2000 dan berasal dari Padang, Sumatera Barat. Seorang yang suka membaca berbagai buku, mulai dari Novel hingga buku agama. Ia memulai pendidikannya di SD Sabbihisma Padang, SMP Ar-Risalah Padang dan SMK Adzkia Padang serta sempat kuliah tiga tahun di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya hingga pandemi memaksa ia pulang dan sekarang berkuliah S1 di Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek jurusan Fiqh Ushul Fiqh. Sekarang ia aktif menulis, belajar dan membagikan pengalamannya di berbagai forum dan acara.

Raihan sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Forum Literasi Mahasantri Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek dan juga menjabat sebagai Ketua Divisi Pendidikan dan Ibadah di Asrama Putra Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek.

0 Komentar