KHUTBAH IDUL ADHA 1444 H
Rabu, 10 Dzulhijjah 1444 H – 28 Juni
2023 M
Judul : Orang Yang Pasti Masuk Surga
Oleh : Raihan Faqoth
Mahasantri S1 Ushul Fiqh, Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek.
السلام عليكم ورحمة االله وبركاته
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil hamd.
ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ
ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa
Ta’ala Yang kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan dan pengampunan dari-Nya,
yang kita berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amalan kita.
ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ
ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ. ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ
ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪ
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ
ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤُﻮْﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻣُّﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﺗَّﻘُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻜُﻢُ
ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﻣِّﻦْ ﻧَﻔْﺲٍ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓٍ ﻭَﺧَﻠَﻖَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺯَﻭْﺟَﻬَﺎ ﻭَﺑَﺚَّ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ
ﺭِﺟَﺎﻻً ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﻧِﺴَﺂﺀً ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺗَﺴَﺂﺀَﻟُﻮْﻥَ ﺑِﻪِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺣَﺎﻡَ
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺭَﻗِﻴْﺒًﺎ
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ
ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻗُﻮْﻟُﻮْﺍ ﻗَﻮْﻻً ﺳَﺪِﻳْﺪًﺍ. ﻳُﺼْﻠِﺢْ ﻟَﻜُﻢْ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻜُﻢْ
ﺫُﻧُﻮْﺑَﻜُﻢْ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻄِﻊِ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻓَﻘَﺪْ ﻓَﺎﺯَ ﻓَﻮْﺯًﺍ ﻋَﻈِﻴْﻤًﺎ
ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ؛ ﻓَﺈِﻥَّ ﺃَﺻْﺪَﻕَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ
ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﻬَﺪﻱِ ﻫَﺪْﻱُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺻَﻞَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ،
ﻭَﺷَﺮَّ ﺍﻷُﻣُﻮْﺭِ ﻣُﺤَﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ، ﻭَﻛُﻞَّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٍ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻭَﻛُﻞَّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟﺔٍ
ﻭَﻛُﻞَّ ﺿَﻼَﻟَﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
Setahun
berlalu, tak terasa kita telah berada di ujung tahun 1444 Hijriah.
Wasiat
Taqwa, Wasiat Keimanan yang selalu diucapkan khatib setiap sshalat jumat dan
hari raya, apakah sudah mampu menggerakan diri kita agar pantas masuk kedalam
surga Allah ?
Ataukah
hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri? Sehingga kita terlena dengan
dunia ?
Padahal
Rasul ﷺ telah bersabda didalam hadits
riwayat Imam Bukhari :
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ
أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
"Setiap
umatku masuk surga selain yang enggan, " Para sahabat bertanya,
"Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?" Nabi menjawab,
"Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang aku
berarti ia enggan."
(HR. Bukhari
: 7280)
Disini
Rasulullah ﷺ menjadikan ketaatan kepada
beliau, sebagai kunci masuk kedalam surga.
Oleh karena
itu, muncullah pertanyaan dipikiran kita, kenapa harus taat kepada Rasul
ﷺ ?
Jawabanya
karena Allah yang memerintahkan. Allah berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا
اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ
Wahai
orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul.. (QS. Al-Anfal :
24)
اسْتَجِيْبُوْا
=> Fi'il
Amar, yaitu bentuk perintah. Dalam kaidah Ushul Fiqh dikatakan :
الاصل في الامر للوجوب
“Asal dari perintah adalah pengwajiban”
Bahkan Allah
lebih tegas lagi didalam surat An-Nisa : 59
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا
اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul, dan ulil amri kalian”
(QS. An-Nisa
: 59 )
Sehingga dapat disimpulkan wajib
taat kepada Rasul ﷺ
Rasulullah ﷺ
menyebutkan مَنْ
أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ Siapa yang taat
kepadanya masuk surga.
Tapi ketaatan seperti apa ?
ADA EMPAT KETAATAN YANG HARUS TAAT KITA KEPADA RASULULLAH ﷺ :
1)
Ketaatan di dalam Aqidah.
Seperti apa ketaatan didalam
Aqidah yang dicontohkan Rasul ?
a)
Aqidah yang
yakin kepada Allah azza wajal
yang
tak ada keraguan didalamnya, yang mana ia tak dapat di goyangkan oleh harta,
oleh wanita dan oleh jabatan.
Hal ini langsung dicontohkan oleh Rasul ﷺ
ketika menghadapi kaum Kafir Quraisy.
(1)
Didalam Sirah
Ibnu Hisyam dikisahkan :
Ketika kaum kafir quraisy
telah merasa lelah menghadapi Rasul ﷺ
, mereka pergi menghadap paman beliau Abu Thalib yang merupakan seorang
pembesar kafir quraisy.
"Hai Abu Thalib, coba
lihat keponakanmu! Ia telah berani menghina tuhan-tuhan kita, mencaci maki
agama kita, menganggap batil mimpi-mimpi kita, dan menyesatkan leluhur kita. Panggillah
dia, ambil apa pun dari kami untuk diberikan kepadanya[1]
Abu Thalib bergegas menemui Rasulullah Shallalllahu Alaihi wa Sallam dan
berkata kepadanya: "Wahai keponakanku, sesungguhnya kaummu baru saja datang
menemuiku dan mengatakan ini dan itu kepadaku.
"Wahai paman, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di
tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku berhenti dari dakwah ini
hingga Allah memenangkan dakwah ini atau aku mati karenanya, niscaya aku tidak meninggalkan
dakwah ini”[2]
Riwayat ini dinilai lemah oleh
para ulama, tetapi dapat kita ambil pelajaran bahwa Rasul ﷺ
sangat kokoh aqidahnya, tak tergoyangkan oleh godaan Harta, Kekuasaan bahkan
wanita.
(2)
Kisah Nabi Nabi
Ibrahim.[3]
b)
Aqidah yang
bebas dari kesyirikan
Kenapa Aqidah harus bebas dari syirik ? karena kesyirikan Dosa besar yang
dapat menyebabkan seseorang kekal di neraka.
Allah berfirman :
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan Allah (dengan
sesuatu), maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.
(Al-Maidah: 72)
Membebaskan Umat manusia dari kesyirikan adalah tugas setiap Rasul dari
awal munculnya kesyirikan hingga Rasulullah ﷺ
diutus.
Coba kita lihat bagaimana perjuangan para Rasul, dan orang-orang sholeh
membebaskan umat dari kesyirikan.
(1)
Kisah Kaum Nuh
Imam Ibnu Katsir dalam Kitab
Al Bidayah wan Nihayah, menyebutkan kesyirikan pertama kali muncul di masa Kaum
Nuh, ketika itu ada orang-orang sholeh yang sering berkumpul, lalu ketika
mereka meninggal orang-orang membuat patungnya dengan tujuan mengingat dan
memotivasi ketika generasi selanjutnya syaithan bermain dan membuat mereka
menyembah berhala tersebut.
Nabi Nuh Allah utus untuk
menghapuskan kesyrikan yang mereka lakukan, Nabi Nuh menyeru siang malam,
terang-terangan dan sembunyi-bunyi, yang didapatkan hanyalah olokan-olokan dan
permusuhan kaumnya.
Dari generasi ke generasi
selanjutnya mewasiatkan Harus memusuhi Nabi Nuh, sampai 950 Tahun Nabi nuh
dimusuhi.[4]
Sampai Allah memerintahkan
Nabi Nuh membuat bahtera diatas gunung, setiap saat Nuh membawa peralatan
dan melewati kaumnya mereka olok Nabi Nuh.[5]
(2)
Kisah Nabi Nabi
Ibrahim[6]
Imam Ibnu Katsir dalam Al
Bidayah wan Nihayah menjelaskan Kaum Nabi Ibrahim adalah kaum penyembah
berhala, alasan mereka adalah melestarikan amal-perbuatan nenek-moyang.
Ketika kaumnya pergi untuk
menghadiri hari raya mereka. Nabi Ibrahim pergi mendahului mereka menuju
berhala-berhala dengan cara sembunyi-sembunyi. Ia hancurkan berhala-berhala
itu, lalu mengalungkan kampak yang ia pakai untuk menghancurkan ke leher patung
yang terbesar. sebagai isyarat bahwa dia mengancam jika orang-orang menyembah
patung-patung kecil yang bersamanya.
Ketika mereka pulang dari
perayaan dengan menemukan kejadian yang ada pada sesembahan mereka, mereka
bertanya-tanya tentang orang yang melakukannya. Mereka lalu mendengar kabar
tentang seorang pemuda bernama Nabi Ibrahim yang mencela sesembahan mereka.
Ketika orang-orang berkumpul
dengan membawa Nabi Ibrahim, mereka bertanya,
"... 'Apakah kamu yang
melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?'.''(QS. Al
Anbiyaa' : 62)
Nabi Ibrahim menjawab,
"... 'Sebenarnya patung
yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika
mereka dapat berbicara'. "(QS. Al Anbiyaa : 63)
Dengan ucapan itu Nabi Ibrahim
bertujuan menyadarkan mereka bahwa berhala-berhala itu sama sekali tidak dapat
berbicara dan hanya berupa benda padat pada umumnya, sehingga tidak pantas
disembah. Kaumnya itu pun bingung dan kehabisan alasan. Tidak ada lagi yang
tinggal di benak mereka, selain penggunaan kekuatan dan kekerasan. Mereka lalu
segera mengumpulkan kayu bakar di dalam sebuah lubang besar.
Mereka menyalakan kayu bakar
itu hingga lidah api menjilat-jilat dengan ganasnya, yang belum pernah
disaksikan oleh orang sama sekali adanya api sedahsyat itu sebelumnya.
Mereka meletakkan Nabi Ibrahim
'Alaihissalam di atas tempat peluru pada ketapel raksasa. Ketika Nabi Ibrahim
'Alaihissalam diletakkan di tempat peluru pada ketapel dengan keadaan kedua
tangannya diikat ke belakang punggungnya, lalu mereka melemparnya ke nyala api,
ia berucap,
حَسْبُنَا اللَّهُ
وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
"Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."
Maka Allah berfirman kepada Api yang menyala
tersebut :
كُوْنِيْ بَرْدًا
وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ
'Jadi dinginlah dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim'. "(QS. Al Anbiyaa : 69)
Dari dua kisah diatas, dapat kita lihat bagaimana perjuangan
orang-orang yang Aqidahnya bebas dari Syirik, berat, penuh ujian. Sehingga
pantaslah bagi mereka balasan Surga.
Lalu bagaimana dengan kita,
yang bukan seorang Nabi, yang tidak punya amanah dakwah seberat Nabi,
setidaknya jadikanlah diri kita terhindar dari kesyirikan sehingga kita pantas
masuk kedalam Surga.
2)
Ketaatan di
dalam Amalan Hati.
Bagaimana kita mencontoh ketaatan amalan hati
Rasulullah ﷺ
didalam kehidupan beliau, baik itu dalam keikhlasan beramal maupun kesabaran
dalam menjalani hidup.
Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk
bersabar ketika menerima hinaan. Allah berfirman :
فَٱصْبِرْ عَلَىٰ
مَا يَقُولُونَ
“Maka bersabarlah kamu (muhammad) terhadap apa yang mereka katakan”
(QS. Qaaf : 39)
a)
Ada Tiga Tingkatan
Sabar[7]
Dijelaskan
Imam Inu Qayyim dalam kitab Madarijus Salikin :
i)
Sabar
dalam ketaatan kepada Allah
ii)
Sabar dalam meninggalkan maksiat
iii)
Sabar dalam ujian Allah
b)
Sabar Paling
rendah tingkatnya adalah sabar dalam menerima ujian
Karena kita tidak ada pilihan selain bersabar,
seperti seseorang yang ditinggal mati keluarganya, ia tidak punya pilihan
selain sabar. Atau seseorang yang mendapatkan musibah, maka tak ada pilihan
lain selain bersabar.
Seperti Rasulullah ﷺ ditinggal mati paman beliau
yang sangat beliau cintai, paman yang membela beliau sampai akhir hayatnya.
Bagaimana tidak sedih Rasulullah ﷺ ? karena pamannya
meninggalkan dalam keadaan kafir.
"Ketika menjelang wafatnya Abu Thalib,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatanginya dan ternyata sudah ada
Abu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abu Thalib:
"Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang
dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah".
Maka berkata Abu Jahal dan 'Abdullah bin Abu
Umayyah: "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama 'Abdul
Muththalib?". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terus menawarkan
kalimat syahadat kepada Abu Thalib dan bersamaan itu pula kedua orang itu
mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Thalib pada akhir ucapannya tetap
mengikuti agama 'Abdul Muththalib. (HR. Bukhari : 1360)
Paman beliau yang membela mati-matian beliau,
akhirnya mati dalam keadaan kafir. Maka tidak ada pilihan lain bagi Rasul
selain bersabar.
Oleh karena itu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,[8]
menjelaskan kesabaran Nabi Yusuf ketika digoda oleh Istri Raja untuk berzina,
jauh lebih tinggi nilainya daripada kesabaran saat dibuang kedalam sumur oleh
saudara-saudaranya.
Karena sabar Saat digoda untuk berzina, Nabi
Yusuf punya pilihan antara mengikuti hawa nafsu untuk berzina, atau sabar dan
menghindar dari maksiat.
Sedangkan kesabaran beliau saat dibuang ke dalam
sumur, beliau tidak ada pilihan lain selain sabar.
c)
Sabar dalam
Ketaatan Tingkatannya lebih tinggi daripada sabar dari menjauhi maksiat.
Orang dalam berbuat ketaan memiliki pilihan
untuk bersabar menjalankan ketaatan atau tidak.
Seperti orang ingin shalat kemasjid di pagi
hari, ia punya pilihan antara lanjut tidur, shalat dirumah atau shalat ke
masjid. sehingga sabarnya atas kehendak dia sendiri.
Sabar diatas ketaatan ini lebih tinggi daripada
sabar menjauhi maksiat, karena dengan ia taat hakikatnya ketaatan itu sendiri
yang membantu dia untuk menjauhi maksiat.
Allah berfirman :
اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al Ankabut : 45)
Orang yang sabar untuk shalat dengan benar, maka
hakikatnya shalat nya itulah yang akan membantu ia sabar dalam menjalankan
ketaatan.
3)
Amalan
anggota tubuh
4)
Semua syariat
dan hukum
Kita berharap semoga kita termasuk orang orang
yang taat kepada Rasulullah ﷺ
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهُ
العَظِيمَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ
KHUTBAH KEDUA
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Allahu Akbar.
Walillahil hamd.
الحمد لله رب
العالمين حَمْدًا كَثِيرًا
طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ
وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.”
Bapak-bapak,
ibuk-ibuk kaum muslimin sidang jamaah idul Adha yang dirahmati Allah, Allah
memerintahkan kita untuk memperhatikan apa yang akan kita persiapkan untuk hari
esok yakninya hari kiamat, karena Allah akan membalas surga bagi orang-orang
yang siap.
Maka pantaslah
Rasulullah ﷺ
menjanjikan surga bagi orang-orang yang mengikuti beliau dalam mempersiapkan
diri untuk hari esok.
Rasulullah ﷺ bersabda :
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ
أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
"Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, "
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?"
Nabi menjawab, "Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang
membangkang aku berarti ia enggan."
(HR. Bukhari : 7280)
Marilah kita
mulai kembali menginstropeksi diri, apakah kita telah mentaati Rasul didalam
Aqidah, Amalan Hati, Amalan Anggotah Tubuh, serta semua syariat lainnya.
اللهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ،
اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ "
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا،
وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا،
وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ،
قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى
الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي ذُوْ
الْحِجَّةِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي ذُوْ الْحِجَّةِ اللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي ذُوْ الْحِجَّةِ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم
عِيْدُكُمْ مُبَارَكٌ وَعَسَاكُمْ مِنَ
العَائِدِيْنَ وَالفَائِزِيْنَ
كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
والسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
[1] Tambahan didalam Sirah Nabawiyyah, Syaikh Shafiyyurrahman.
[2] Sirah Ibnu Hisyam
[3] Kisah beliau dari puluhan tahun menunggu anak,
diperintahkan meninggakan di gurun pasir, sampai perintah menyembelih.
[4] Lihat Al Bidayah wan Nihayah, Imam Ibnu
Katsir
[5] Lihat Tarikh Thabari, Imam Thabari
[6] Lihat Al Bidayah wan Nihayah, Imam Ibnu
Katsir
[7] Lihat Kitab Madarijus Salikin, Imam Ibnu Qayyim.
[8] Lihat Kitab Madarijus Salikhin, Imam Ibnu
Qayyim.
0 Komentar